Penulis : Tedi Akbar (Ketua Bidang Organisasi PC Pemuda Muhammadiyah Panawuan)
Kita bersama merayakan tonggak perjalanan panjang Muhammadiyah yang ke-112 tahun. Dengan tema “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua,” kita merenungkan kembali visi besar pendiri Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan, yang selalu menempatkan kesejahteraan umat sebagai inti dari perjuangan dakwah dan amal.
momentum Muhammadiyah yang ke-112 Dengan gagasan besar yaitu “Menghadirkan Kemakmuran untuk Semua,” ada 7 harapan untuk Muhammadiyah kedepan.
1. Kemakmuran sebagai Konsep Keadilan Ilahiah
Dalam Islam, kemakmuran bukan sekadar akumulasi kekayaan materi, tetapi ekspresi dari keadilan ilahiah. Filosofi ini menekankan bahwa segala bentuk kekayaan dan keberlimpahan adalah amanah yang harus dikelola dengan adil untuk seluruh umat manusia. Muhammadiyah, melalui amal usahanya, dapat dilihat sebagai perwujudan dari nilai ini—menciptakan kemakmuran yang tidak eksklusif tetapi bersifat inklusif dan merata.
2. Kemakmuran Berbasis Spiritual Ecology
Kemakmuran sejati tidak hanya menyentuh manusia tetapi juga lingkungan. Filosofi ini memandang bahwa keseimbangan antara manusia dan alam adalah prasyarat bagi kemakmuran universal. Muhammadiyah dapat menjadikan Milad ini sebagai titik awal gerakan ekologis berbasis spiritual, menanamkan nilai bahwa keberlanjutan lingkungan adalah bagian dari ibadah dan kontribusi nyata terhadap kemakmuran bersama.
3. Kemakmuran Melalui Redistribusi Berkeadilan
Dalam konteks ketimpangan sosial yang masih tinggi, Muhammadiyah dapat mengangkat filosofi “kemakmuran berbagi,” di mana redistribusi kekayaan dan peluang menjadi fokus utama. Dengan konsep berbasis Al-Ma’un, Muhammadiyah dapat memimpin gerakan ekonomi berbasis keadilan sosial yang memberdayakan kaum lemah dan termarginalkan.
4. Kemakmuran sebagai Penggerak Peradaban
Filosofi ini berangkat dari keyakinan bahwa kemakmuran adalah fondasi bagi terciptanya peradaban yang maju dan beradab. Muhammadiyah dapat menegaskan peranannya sebagai motor penggerak peradaban, menghubungkan pendidikan, teknologi, dan nilai-nilai keislaman untuk menciptakan masyarakat yang berdaya saing global tanpa kehilangan akar spiritualnya.
5. Kemakmuran yang Berpusat pada Kemanusiaan
Tema ini bisa diangkat dengan menggali filosofi kemakmuran yang berbasis pada nilai human dignity. Dalam Islam, manusia dihormati sebagai khalifah di bumi. Oleh karena itu, kemakmuran harus dirancang untuk memuliakan manusia, bukan sekadar mengejar produktivitas atau pertumbuhan ekonomi semata. Muhammadiyah, melalui pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat, telah menjadi contoh nyata dari implementasi gagasan ini.
6. Kemakmuran sebagai Social Solidarity
Filosofi solidaritas sosial menegaskan bahwa kemakmuran individu tidak bermakna tanpa kesejahteraan kolektif. Dalam konteks ini, Muhammadiyah dapat menguatkan konsep gotong royong sebagai salah satu pilar untuk mewujudkan keadilan sosial. Melalui program sosial yang berkesinambungan, Muhammadiyah mampu menjadi perantara yang mendekatkan yang kaya dan miskin, yang kuat dan lemah.
7. Kemakmuran sebagai Dynamic Empowerment
Filosofi ini memandang kemakmuran bukan sebagai sesuatu yang diberikan, tetapi sesuatu yang diciptakan melalui pemberdayaan. Muhammadiyah, melalui amal usahanya di bidang pendidikan, ekonomi, dan kesehatan, telah menunjukkan bagaimana pemberdayaan individu dan komunitas dapat menghasilkan kemakmuran yang berkelanjutan. Dengan tema ini, Muhammadiyah dapat mengajak masyarakat untuk menjadi subjek dari perubahan, bukan objek dari bantuan.
harapan besar ini, Milad Muhammadiyah ke-112 dapat menjadi momentum strategis untuk memperkuat posisi Muhammadiyah sebagai pelopor perubahan yang terus berkontribusi dalam menghadirkan kemakmuran untuk semua.