Essay

Dari Mimpi Ibrahim ke Makna Sosial Kurban: Ibadah yang Menyatukan Langit dan Bumi

Oleh : Dwi Azhar Ramdhani (Ketua Umum PD IPM Garut)

HARI Raya Idul Adha 1446 Hijriah telah tiba, hari yang dinanti oleh seluruh umat muslim di seluruh dunia, baik bagi mereka yang melaksanakan ibadah haji yang sedang melakukan lempar jumrah aqabah, mencukur rambut (tahalul), dan tawaf ifadah.

Selain itu, pada tanggal tersebut dilaksanakan juga ibadah kurban, yakni melakukan penyembelihan hewan, baik unta, kambing, domba, sapi dan sebagainya.

Ibadah kurban adalah salah satu ibadah yang sudah lama dilaksanakan sejak diperintahkan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih putranya Ismail AS.

“Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar.” (QS As-Safat: 102).

Atas dasar perintah Allah tersebut dan melalui mimpi Nabi Ibrahim untuk menyembelih putranya Ismail, menjadikan awal sejarah ibadah kurban yang sampai saat ini dilaksanakan.

Ibadah kurban bukan hanya ibadah simbolis menyembelih unta, domba, sapi, atau hewan lainnya. Namun, kurban adalah bentuk ketaatan, pengorbanan, dan kesabaran hambanya kepada Tuhan-Nya sebagai bentuk ketaatan dan kepatuhan kepada Allah SWT.

Menurut Buya Hamka dalam “Tafsir Al-Azhar”, ketaatan dan kesabaran dalam Al-Quran As-Safat 102 itu menjadikan sebagai manusia yang istimewa karena ketaatan dan kesabaranya terhadap perintah Allah SWT.

Contoh ketaatan telah ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail, yang dengan penuh kepatuhan menjalankan perintah Allah untuk menyembelih sang anak.

Jika kita bayangkan di zaman sekarang, mungkin hampir tidak ada orang yang sanggup melaksanakan perintah serupa sebagai bentuk pengorbanan.

Ketaatan Ibrahim AS dan putranya kepada Allah bukan hanya sebatas menyembelih, melainkan sebagai salah satu bentuk taatnya kepada perintah-Nya.

Maka dari itu, seharusnya kita bisa menjadikan ibadah kurban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah seperti taatnya Ibrahim dan Ismail. Bentuk sebuah ketaatan tidak hanya berbicara tentang berapa banyak materi atau angka yang dihitung.

Baca Juga  Misi Ayah Teladan dalam Mewujudkan Impian Kartini: Perspektif Historis dan Relevansi Kontemporer

Namun, ketaatan itu berkaitan dengan menjalankan perintah Allah sebagai bagian dari fitrah manusia untuk menyembah-Nya. Hal ini ebagaimana ditegaskan dalam QS Az-Zariyat ayat 56 bahwa tujuan penciptaan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya.

Ibadah kurban juga tidak hanya bagaimana ketaatan beribadah kita kepada sang maha pemberi rezeki. Namun, kurban sebagai media ibadah sosial.

Ibadah tidak hanya mencakup kesalehan pribadi seperti salat, puasa, dan ibadah lainnya, tetapi mencakup dimensi sosial, seperti ibadah kurban yang mendorong kita menjadi pribadi yang saleh secara sosial.

Kurban tidak semata-mata ibadah antara manusia dan Allah (Ibadah manusia kepada Allah). Namun, bentuk kepedulian terhadap sesama dan perwujudan nilai-nilai kemanusiaan.

Berbagi kepada sesama dengan cara berkurban adalah ibadah yang menanamkan nilai kemanusiaan yang luas. Mengutip perkataan Haedar Nashir bahwa nilai kemanusiaan itu islami dan memuliakan manusia itu sudah islami.

Kurban tidak hanya untuk mereka yang memiliki banyak harta atau yang “hartanya pas-pasan”. Namun, mereka yang tergerak hatinya untuk melaksanakanya sebagai ketaatan kepada Tuhan-Nya dan berbagi kepada sesamanya.

Oleh karena itu, kurban merupakan ibadah yang mencerminkan hubungan dengan Allah (hablumminallah) sekaligus hubungan dengan sesama manusia (habluminannas). Semoga Allah SWT menerima ibadah kurban yang kita tunaikan. Amin.(*)

Related Posts

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *