“Surat Cinta Dari Iberia” merupakan sebuah kisah yang penuh emosi, menggambarkan perjalanan seorang pejuang Muslim dalam menjalani jihad di semenanjung Iberia. Pilihan penggunaan surat sebagai format cerita memberikan sentuhan pribadi, seakan-akan sang penulis, Said bin Khatibi, benar-benar berbicara kepada adiknya, Saidah.
Keberhasilan kisah ini terletak pada kemampuan penulis dalam menyajikan latar belakang sejarah dan perasaan tokoh utama. Deskripsi perjalanan peperangan, keputusan strategis Jendral Thariq, dan pertemuan dengan saudara Akmal memberikan kedalaman pada cerita. Rasanya, pembaca dapat merasakan keberatannya meninggalkan orang-orang yang dicintainya dan ketegangan saat berhadapan dengan pasukan Visigoth.
Namun, beberapa aspek dapat diperbaiki untuk meningkatkan kualitas cerita ini. Struktur kalimat pada beberapa bagian perlu diperhatikan agar lebih mudah dipahami. Beberapa kalimat yang terasa panjang bisa dibagi menjadi kalimat-kalimat yang lebih pendek untuk meningkatkan kelancaran membaca.
Selain itu, lebih banyak detail tentang karakter-karakter utama, terutama Akmal, dapat memberikan dimensi lebih pada cerita. Dengan lebih menggali karakter Akmal, pembaca dapat lebih terhubung dengan perasaan dan motivasinya.
Saran lainnya adalah memberikan lebih banyak konteks sejarah mengenai peperangan dan konflik di Iberia. Ini akan membantu pembaca yang kurang familiar dengan konteks sejarah tertentu untuk lebih memahami latar belakang cerita.
Kritik konstruktif lainnya adalah peningkatan kelengkapan pemberian detail pada bagian terakhir surat. Misalnya, sebaiknya dijelaskan lebih lanjut mengenai bagaimana Said bin Khatibi terluka dan memberikan gambaran tentang kondisinya. Hal ini akan memberikan dampak emosional yang lebih kuat bagi pembaca.
Secara keseluruhan, “Surat untuk Saidah” adalah cerita yang memukau dan penuh dengan nilai-nilai keislaman. Dengan memperhatikan saran-saran di atas, cerita ini memiliki potensi untuk menjadi karya yang lebih kuat dan mendalam.
Mantap