GENMU- Jakarta, 11 April 2025 — MAARIF Institute for Culture and Humanity mengapresiasi komitmen kemanusiaan Pemerintah Indonesia sekaligus mengeluarkan kritik konstruktif terkait rencana Presiden Prabowo (9 April 2025) untuk mengevakuasi 1.000 warga Gaza ke Indonesia. Kami menyoroti sejumlah aspek mendasar yang perlu mendapat perhatian serius. Kendati Menteri Luar Negeri Sugiono (10 April 2025) menegaskan bahwa evakuasi ini bersifat sementara sebagai bentuk bantuan, MAARIF Institute menyampaikan beberapa poin kritis terkait rencana evakuasi ini:
Potensi Politisasi Bantuan Kemanusiaan Akibat Tekanan Politik dan Ekonomi AS: Misi kemanusiaan bukanlah kepentingan politik jangka pendek. Indonesia harus berhati-hati agar tidak terpengaruh oleh kebijakan tarif AS yang dapat memaksa negara ini menanggung konsekuensi atas warga Gaza dan secara tidak langsung mendukung okupasi Israel. Bantuan evakuasi yang diberikan justru memberikan sinyal dalam mengukuhkan panggung bagi dominasi imperialis terhadap negara-negara yang terjajah di dunia, dalam konteks ini, Palestina. Sikap ini tidak sesuai dengan komitmen Indonesia untuk terus melawan penjajahan dan membela Palestina.
Transparansi dan Konsistensi Kebijakan Luar Negeri: Sejak masa perjuangan kemerdekaan, Indonesia konsisten mendukung hak rakyat Palestina. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan menjaga konsistensi kebijakan luar negeri dengan tetap menekankan dukungan pada perjuangan kemerdekaan dan kedaulatan rakyat Palestina. Indonesia perlu konsisten dengan perjuangan terhadap pembelaan Palestina yang telah dijalankan sejak dahulu, dengan terus menguatkan bantuan kemanusiaan dan diplomasi strategis, bukan dengan mengeluarkan kebijakan secara tiba-tiba yang bersifat retorik dan menimbulkan kegaduhan publik. Kebijakan luar negeri memiliki implikasi terhadap situasi domestik, sehingga setiap langkah harus dipertimbangkan secara menyeluruh agar tidak menimbulkan dampak negatif di dalam negeri.
Risiko Pengosongan Gaza dan Potensi Pendudukan: Meskipun evakuasi ini dinyatakan bersifat sementara, MAARIF Institute mengingatkan adanya risiko strategis yang mengancam perjuangan rakyat Palestina secara keseluruhan. Pengosongan Gaza yang terjadi akibat evakuasi ini berpotensi membuka ruang bagi pendudukan lebih sistematis oleh Israel. Kekosongan tersebut dapat digunakan sebagai celah untuk mempercepat agenda penjajahan yang telah berlangsung lama, sehingga hak dan kedaulatan rakyat Palestina semakin tergerus. Oleh karena itu, setiap bantuan yang diberikan harus dapat mencegah upaya tindak lanjut berupa pendudukan atau ekspansi penjajahan.
Setelah Evakuasi, Ada Tanggung Jawab Jangka Panjang: Evakuasi 1.000 warga Gaza memerlukan upaya koordinasi lintas sektor yang matang. Indonesia harus memastikan perawatan, perlindungan, dan penyusunan rencana jangka panjang bagi para pengungsi ini, termasuk penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, dukungan psikososial, serta jaminan hak mereka untuk kembali ke tanah air ketika situasi memungkinkan. Pemerintah juga harus memikirkan skenario alternatif jika para pengungsi tidak dapat kembali, dengan mempertimbangkan dampak kebijakan tersebut terhadap kohesi sosial di masyarakat domestik.
Hingga pernyataan ini dikeluarkan, asesmen mengenai kebutuhan-kebutuhan ini belum dilakukan secara transparan dan belum ada kajian serius terkait kesiapan serta implikasinya, sehingga pemerintah Indonesia dinilai belum siap menghadapi tantangan jangka panjang yang akan muncul dari evakuasi tersebut.
Upaya Evakuasi dari Perspektif Islam Progresif-Moderat: Dari perspektif nilai-nilai Islam Progresif-Moderat, MAARIF Institute menilai bahwa rencana evakuasi ini harus ditempatkan dalam kerangka syariat yang menolak segala bentuk penjajahan dan mendukung perjuangan kaum tertindas (mustadh’afin), sebagaimana diperintahkan dalam QS. An-Nisa ayat 75. Bantuan kemanusiaan yang tidak disertai strategi pembebasan dan pemulihan hak berisiko mengaburkan hak rakyat Palestina atas tanah airnya, terutama jika evakuasi dilakukan tanpa rencana repatriasi dan strategi jangka panjang yang sesuai dengan semangat keadilan (‘adalah) dan perjuangan (ijtihad) dalam Islam.
Lebih lanjut, dengan merujuk pada QS. Al-Maidah ayat 2 yang melarang tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan, evakuasi dapat dianggap sebagai dukungan untuk memperkuat dominasi pihak yang menindas. Oleh karena itu, setiap langkah bantuan kemanusiaan harus mempertimbangkan prinsip-prinsip keadilan, kedaulatan, serta perlindungan hak hidup yang bermartabat bagi rakyat Palestina.
Mengacu pada lima poin yang telah diuraikan, MAARIF Institute, sebagai institusi yang mendukung nilai-nilai kemanusiaan dan HAM, menyampaikan pernyataan sikapnya sebagai berikut:
- Pemerintah Indonesia perlu memperjelas maksud dan tujuan evakuasi secara terbuka, termasuk menyampaikan hasil asesmen dan riset yang telah dilakukan terkait analisis kesiapan dan resiko rencana evakuasi.
- Pemerintah Indonesia perlu menetapkan posisi kebijakan luar negeri terhadap Palestina yang konsisten dan berpegang pada prinsip bebas aktif. Posisi tersebut harus disusun tanpa terpengaruh oleh tekanan atau intervensi dari pihak manapun, termasuk tekanan geopolitik terkini, seperti dari Amerika Serikat, yang berpotensi mengganggu kohesi sosial dan stabilitas domestik.
- Pemerintah Indonesia perlu menjadi role model sebagai negara mayoritas Muslim yang tegas membela kemerdekaan dan menolak penjajahan. Untuk itu, Indonesia perlu tidak hanya menguatkan, tetapi juga memimpin upaya strategis dalam menggalang solidaritas global melalui kerja sama dengan berbagai negara dan organisasi internasional, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi segala bentuk ekspansi okupasi lebih lanjut.
MAARIF Institute berkomitmen untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan sosial, dan demokrasi, baik di dalam negeri maupun di kancah internasional. Kami percaya bahwa setiap langkah publik yang diambil harus selalu mengutamakan keadilan dan martabat manusia, serta memastikan bahwa perjuangan terhadap penjajahan dan penindasan terus berlangsung tanpa kompromi.