Archive

Ikhtiar Sinar Berkemajuan di Kota Intan

GENMU.ID- Sesuatu yang digali ditanah yang terpendam kemudian terpancar kilauan cahaya itulah ‘intan”. Intan, dalam maknanya yang lebih dalam, mencerminkan nilai kekuatan batin, keteguhan, dan kesucian yang perlu diasah. Intan, Kata yang selalu identik dengan Garut. Intan dan berkemajuan sebagai icon Gerakan Muhamadiyah, memiliki keselarasan yang harmonis, seperti halnya intan yang terbentuk melalui tekanan yang luar biasa, nilai berkemajuan pula menuntut penggalian nilai, pembaruan terus-menerus, serta keberanian untuk mengubah dan menggali potensi diri.

Kedua konsep ini—intan dan berkemajuan—merupakan manifestasi dari perjalanan yang tidak hanya mementingkan hasil, tetapi juga memperjuangkan proses pemurnian dan peningkatan diri menuju masa depan yang lebih terang, membawa harapan dan keberkahan bagi masyarakat. Sinar berkemajuan yang terkandung dalam filosofi intan, potensi besar yang tercermin dalam berbagai bentuk keberadaan Muhammadiyah di Garut.

Dengan 99 Perguruan Muhammadiyah jenjang SD sampai dengan SLTA, belum termasuk PAUD dan Madrasah diniyah, panti asuhan, klinik, pesantren, masjid, serta kader-kader yang terus berperan aktif, Muhammadiyah menjadi kekuatan yang mampu memancarkan sinar kemajuan di tengah masyarakat. Keberagaman institusi ini, yang menyentuh berbagai aspek kehidupan, bukan hanya memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial, tetapi juga menciptakan landasan yang kokoh bagi pembaruan dan kemajuan yang berkelanjutan. Kegiatan dan kiprah Muhammadiyah di Garut menjadi cerminan nyata dari semangat intan dan berkemajuan.

Namun, di tengah potensi tersebut, Garut juga menghadapi berbagai tantangan. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, tingkat kemiskinan di Garut mencapai 9,45%, lebih tinggi dibandingkan rata-rata Jawa Barat yang berada pada 6,52%. Selain itu, tingkat perceraian yang tinggi, mencapai 6.850 kasus pada tahun 2024 (Kantor Pengadilan Agama Garut), serta peningkatan angka kriminalitas sebesar 12% dalam dua tahun terakhir (Polres Garut), menjadi indikasi adanya persoalan mendasar yang memerlukan perhatian serius. Dengan berbagai tantangan ini, Muhammadiyah diharapkan dapat menjadi cahaya optimisme yang membawa sinar berkemajuan di Kabupaten Garut.

Untuk menjawab tantangan tersebut, penting bagi Muhammadiyah untuk kembali menegaskan core value gerakan dakwah berkemajuan sebagai fondasi dalam melangkah. Dengan menyeimbangkan nilai-nilai inti dakwah dan inovasi, Muhammadiyah dapat menjadi teladan dalam mengelola, melayani, dan memberdayakan umat secara paripurna, ikhitar yang harus terus dikuatkan diantaranya :

Fokus (Ulah haripeut ku teuteureuyeun)

Fokus merupakan kualitas atau sifat yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk konsentrasi dan mengarahkan perhatian serta upaya pada tujuan tertentu tanpa terganggu oleh hal-hal yang tidak relevan. Dengan fokus, seseorang dapat menghindari pemborosan waktu dan energi, serta meraih kemuliaan baik di dunia maupun di akhirat. Fokus bukan hanya tentang perhatian semata, tetapi juga tentang keberanian untuk tetap teguh dalam menjalani prinsip hidup yang benar, meski banyak godaan yang mencoba untuk mengalihkan arah.

Baca Juga  PKMTM II PD IPM Garut : Cetak Kader Unggul, Berdaya dan Berkarakter

Dalam konteks ini, fokus menjadi salah satu pilar utama untuk mewujudkan Gerakan berkemajuan, dakwah sebagai core value perjuangan. Sebagai core value perjuangan, dakwah menggerakkan umat untuk tidak hanya memperjuangkan hak-hak spiritual, tetapi juga untuk berperan aktif dalam menciptakan perubahan sosial yang berkelanjutan, menegakkan keadilan, serta menghilangkan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Dakwah yang progresif inilah yang mendorong Muhammadiyah untuk terus bergerak maju dalam memperbaiki kondisi umat dan membangun peradaban yang lebih baik.

Muhammadiyah juga harus berhati-hati agar tidak mengalami fenomena “jati kasilih ku junti,” di mana nilai-nilai inti dakwah terkikis oleh energi gerakan lain yang lebih dominan. Bukan berarti menapikan gerakan politik atau lainnya, tetapi Muhammadiyah harus tetap menjadi penjaga nilai-nilai dakwah berkemajuan yang menjadi ciri khasnya (Haedar Nashir, 2015).

Fokus pada core value ini menjadi penting agar Muhammadiyah tidak kehilangan arah dalam perjuangannya. Sebagaimana pepatah Sunda, “Ulah haripeut ku teuteureuyeun,” perjuangan harus berpegang pada tujuan awal dan tidak terombang-ambing oleh kepentingan lain yang tidak sesuai dengan visi dakwah. Filosofi ini mengingatkan kita bahwa dalam perjuangan untuk kemajuan, kita tidak boleh terjebak dalam godaan materi atau janji kosong. Kita diajarkan untuk bergerak dengan tulus, tanpa tergoda oleh ambisi pribadi yang bisa menghambat kemajuan bersama.

Telaten “(Ngeduk cikur kedah mitutur, nyokél jahé kedah micarék)

Telaten merupakan sikap yang sangat penting dalam membentuk pribadi Muhammadiyah yang tidak hanya tangguh, tetapi juga berkelanjutan dalam perjuangan dan pengabdian. Dalam membangun diri, sikap telaten memampukan seseorang untuk terus memperbaiki kualitas diri melalui pendidikan, pengamalan nilai-nilai Islam, serta pemahaman yang mendalam terhadap tujuan hidup. Ketelatenan ini juga akan tercermin dalam setiap aspek kehidupan, baik di tingkat keluarga maupun masyarakat. Dengan sikap telaten, seorang anggota Muhammadiyah akan dapat menghadirkan sinar berkemajuan yang dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar. Ketekunan dalam beribadah, mengabdi kepada masyarakat, serta menjaga hubungan yang harmonis dalam keluarga adalah bentuk pengamalan prinsip berkemajuan yang dapat menghasilkan kemajuan yang nyata, baik secara spiritual maupun sosial.

Baca Juga  Rakernas Lazismu 2025 : Sinergi Kebajikan untuk Inovasi Sosial dan Capaian SDGs

Telaten dalam menjalankan dakwah dan pengabdian kepada umat sangat penting, karena keberhasilan gerakan ini tidak terlepas dari proses yang panjang dan penuh tantangan. A. Malik Fadjar, menekankan pentingnya integritas dan kesungguhan dalam setiap langkah perjuangan. Dalam bukunya, “Muhammadiyah dan Pembaharuan Sosial,” beliau menulis bahwa perubahan dan kemajuan tidak bisa tercapai tanpa ketelatenan dalam menjalankan misi tersebut. Telaten dalam dakwah berarti tidak cepat menyerah meskipun hasil yang diinginkan mungkin belum tampak dalam jangka pendek.

Dengan kesadaran akan pentingnya sikap telaten, kita dapat menciptakan perubahan yang lebih baik dan berkelanjutan bagi diri kita, keluarga, dan masyarakat luas. Sebagaimana peribahasa Sunda yang mengatakan, “Ngeduk cikur kedah mitutur, nyokél jahé kedah micarék“, yang berarti bahwa untuk mencapai hasil yang baik dan bermanfaat, kita perlu memiliki ketekunan dan kesabaran dalam setiap langkah yang kita ambil. Melayani dengan Paripurna

Memperkuat Budaya literasi (Sato busana daging, jalma busana élmu)

Sejarah literasi Muhammadiyah memberikan teladan yang sangat penting dalam konteks ini. Gerakan Muhammadiyah, yang dikenal sebagai gerakan berkemajuan, lahir dan berkembang melalui proses pembelajaran dan penguatan budaya literasi. Pada awal berdirinya, Muhammadiyah memfokuskan perjuangannya pada bidang pendidikan dan penyebaran ilmu pengetahuan, yang menjadi pilar utama dalam membangun peradaban yang lebih baik.

Gerakan literasi yang dimulai dengan pendidikan agama dan pembukaan akses terhadap pengetahuan, telah melahirkan pemikir-pemikir dan aktivis-aktivis yang berperan penting dalam memperjuangkan kemajuan umat.. Pendapat dari cendekiawan Muhammadiyah, Prof. Dr. A. Malik Fadjar, menekankan bahwa “gerakan pendidikan dan literasi yang dibangun oleh Muhammadiyah sejak awal merupakan langkah strategis dalam membentuk umat yang berkemajuan. Tanpa literasi, umat tidak akan mampu menghadapi tantangan zaman yang semakin berkembang.”

Gerakan literasi Muhammadiyah berperan penting dalam memperkuat ketahanan intelektual umat, yang pada gilirannya, mempercepat kemajuan masyarakat. Dengan meningkatkan kesadaran terhadap pentingnya budaya literasi, kita bukan hanya melestarikan warisan berkemajuan yang telah ditanamkan oleh para pendahulu, tetapi juga membuka jalan bagi kemajuan yang lebih besar di masa depan.

Dengan demikian, literasi menjadi pondasi dari gerakan berkemajuan ini. Dalam filosofi Sunda, terdapat pepatah “Sato busana daging, jalma busana élmu”, yang mengingatkan kita bahwa seperti halnya pakaian tubuh yang melindungi, ilmu adalah pakaian bagi jiwa dan kehidupan manusia. Maka dari itu dalam konteks Garut,  mari kita semua, terutama generasi muda, kembali memupuk semangat literasi dalam kehidupan sehari-hari sebagai bagian dari kontribusi kita untuk memajukan umat dan bangsa. Literasi dapat menjadi solusi alternatif untuk menghadapi berbagai masalah yang dihadapi oleh umat, baik dalam bidang sosial, ekonomi, maupun pendidikan. Melalui gerakan literasi, kita dapat memperkuat potensi masyarakat untuk berpikir lebih kritis, menemukan solusi bagi permasalahan, dan menciptakan perubahan yang lebih baik. Jika generasi muda di Garut dan Muhammadiyah kembali menghidupkan semangat literasi ini, bukan tidak mungkin sinar berkemajuan akan semakin terang, membawa manfaat yang luas bagi masyarakat dan umat Islam secara keseluruhan.

Baca Juga  10 Adab Masuk Masjid: Panduan Lengkap dengan Doa-doa dan Dalilnya

Penguatan Gerakan Berbasis Keluarga, Jamaah dan Masjid

Tanpa bermaksud menapikan mereka yang berkiprah di Muhammadiyah tanpa jalur nasab, mayoritas penggerak organisasi di Garut mayoritas merupakan orang yang lahir dari keluarga Muhammadiyah, atau kultur Muhammadiyah di lingkungannya. Hal ini menandakan bahwa selain dari pengkaderan melalui jalur formal seperti pendidikan, jalur perkaderan melalui keluarga, jamaah dan masjid terutama, merupakan jalur kaderisasi yang harus menjadi perhatian besar warga Muhammadiyah.

Selain itu, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, tingkat kemiskinan di Garut mencapai 9,45%, lebih tinggi dibandingkan rata-rata Jawa Barat yang berada pada 6,52%. Selain itu, tingkat perceraian yang tinggi, mencapai 6.850 kasus pada tahun 2024 (Kantor Pengadilan Agama Garut), serta peningkatan angka kriminalitas sebesar 12% dalam dua tahun terakhir (Polres Garut), menjadi indikasi adanya persoalan mendasar berbasis keluarga yang memerlukan perhatian serius.

Dari angka tersebut, bisa jadi salahsatu yang terdampak adalah keluarga warga Muhammadiyah sebagai basis kaderisasi, sekalipun bukan warga Muhammadiyah, tentu fenomena tersebut harus direspon sebagai upaya penguatan ideologi berbasis akar rumput, seseorang yang belum tuntas dengan diri dan keluarganya, jika tidak berlebihan bisa dikatakan mustahil memiliki energi untuk bergerak di luar ataupun di organisasi. Sekalipun bergerak tentu orientasinya bukan lagi nilai nilai perjuangan tapi kebutuhan primer diri dan keluarga.

Oleh karenanya, Muhammadiyah sudah jauh jauh hari mengeluarkan pedoman hidup warga Muhammadiyah (PHIWM), sebagai antisipasi berbagai kendala yang dihadapi pada level keluarga, jamaah, dan masjid  sebagai basis perkaderan utama, yang kadang luput dari jangkauan warga Muhammadiyah.

Penulis : Fahrurroji Firman Al-Fajar, M.Pd.

Sekretaris Majelis Dikdasmen PDM Garut/Wakil Ketua PD Pemuda Muhammadiyah Garut

Related Posts

Leave A Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *